Skrining Resep (Lengkap)

“Seorang apoteker ketika mendapatkan resep, ia diwajibkan untuk melakukan skrining resep, baik berupa administratif, kesesuaian farmasetis, maupun pertimbangan klinis. Nah apa sih skrining administratif, farmasetis, lalu klinis itu..”

Seorang apoteker memegang peranan dalam aspek manajemen dan farmasi klinik di apotek. Salah satu peranan dalam aspek farmasi klinik adalah ia harus melakukan pengkajian (skrining) terhadap resep yang ia teirma. Harap diingat bahwa resep sekarang ini sudah tidak lagi diartikan paper berupa tulisan tangan dari dokter namun juga sudah dapat berupa electronic (e-prescribing). Lalu apa itu skrining resep?

Skrining Resep atau biasa dikenal dengan Pengkajian Resep merupakan kegiatan apoteker dalam mengkaji sebuah resep yang meliputi pengkajian administrasi, farmasetik
dan klinis sebelum resep diracik. Apa gunanya apoteker melakukan skrining resep? Tujuannya tentunya untuk menjamin keamanan (safety) dan kemanjuran (efficacy) dari obat dalam resep ketika digunakan pasien serta memaksimalkan tujuan terapi.

Kajian administratif meliputi:
1. informasi pasien (nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan, alamat)
2. informasi dokter penulis resep (nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf)
3. tanggal penulisan resep

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran obat)

Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis obat
2. aturan, cara dan lama penggunaan obat
3. duplikasi dan/atau polifarmasi
4. reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain)
5. kontra indikasi
6. interaksi

Harap diingat baik-baik ya…

Pertama, jika terdapat permasalahan ketika apoteker melakukan skrining resep maka apoteker harus melakukan konfirmasi kepasien atau kedokter. Yang perlu diingat adalah bedakan antara informasi yang perlu anda tanyakan kepasien dan kedokter.

Kedua, ketika anda melakukan konfirmasi dengan menghubungi dokter penulis resep, sangat diwajibkan untuk tidak hanya menyampaikan masalah, namun juga harus disertai memberikan alternatif penyelesaian untuk masalah yang ada dalam resep. Saya gunakan bahasa konfirmasi, karena belum tentu dokter salah, misal bisa jadi dokter memberikan dosis lebih tinggi dari dosis lazim karena pertimbangan tertentu. Hubungan baik dengan dokter harus dipertahankan dan dikembangkan dengan positive thinking, teliti namun pikiran positif. Kita disini tidak mencari kesalahan dokter, tapi mindset kita adalah untuk pasien.

Ketiga, ketika menghubungi dokter harus disertai evidence yang kuat. Ingat bahwa fokus pembicaraan adalah pasien. Anda juga harus belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan sesama tenaga kesehatan seperti penggunaan SOAR (subjective, objective, assessment, recommendation). Untuk masalah ini kita bahas lebih lanjut kapan2 deh..

Keempat, pada skrining kesesuaian farmasetis terdapat kekuatan sediaan, sedangkan pada pertimbangan klinis terdapat dosis obat. Apa bedanya? Sediaan lazim dari amlodipin adalah tablet 5 mg dan 10 mg. Kita katakan kekuatan sediaan dari amlodipin adalah 5mg dan 10 mg. Namun dosis kita tentukan dari kebutuhan pasien, dari hitungan kita apakah sesuai atau tidak untuk pasien. Biar mudah membedakan, kita kasih contoh ekstrimnya “1 kali sehari 2 tablet amlodipin 5 mg”, berarti kekuatan sediaan 5mg namun dosisnya adalah 10mg. Bisa jadi kekuatan sediaan dan dosis yang diminum pasien sama, misal “1 x sehari 1 tablet amlodipin 10 mg”.

Bagaimana jika diresep hanya tertulis nama obat (misal amlodipin) saja tanpa kekuatan sediaan?
Dulu saya diajarkan jika dalam resep tidak ada kekuatan sediaan maka diambil kekuatan sediaan yang paling kecil. Hal ini memang senada dengan konsep patient safety, first do not harm the patient. Jadi jika hanya tertulis Amlodipin saja maka sebaiknya kita ambil yang kekuatan sediaan terkecil yaitu 5 mg.
Namunnnn… akan lebih baik jika kita bisa memberikan keduanya kepada pasien yaitu safety and efficacy, selain aman juga manjur. Jika hasil hitungan dosis ternyata sebaiknya yang diberikan kepada pasien bukan dosis sesuai dengan kekuatan sediaan terkecil, lebih baik komunikasikan dahulu dengan dokter.

Untuk membantu proses skrining resep dan sekaligus untuk bisa dijadikan alat dokumentasi, anda bisa membuat Daftar Tilik Skrining Resep (DTSR).

Semoga bermanfaat…

Download versi pdf Skrining Resep Lengkap

About Rifqi Rokhman

M. Rifqi Rokhman, M.Sc., Apt. Dosen Fakultas Farmasi UGM
This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink.