Artikel saya ini pernah di muat di Tribun edisi 29 September 2013.
Memiliki keturunan yang sehat adalah dambaan bagi semua pasangan. Ibu hamil harus selalu menjaga kandungannya dengan baik karena masa kehamilan merupakan masa yang rawan. Dikatakan rawan karena selama kehamilan, ibu hamil harus menjaga asupan makanan serta membatasi aktivitas fisiknya, dan tidak kalah penting adalah memperhatikan obat yang dikonsumsi. Karena obat ternyata dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi atau janin.
Salah satu tragedi yang mengingatkan pentingnya memperhatikan obat selama kehamilan adalah tragedi thalidomide 50 tahun yang lalu. Thalidomide merupakan obat yang sangat populer pada tahun 1957-1962, sebelum akhirnya ditarik dari peredaran. Thalidomide diperkenalkan sebagai obat sedatif dan obat antimual, dan setelah diketahui sangat efektif untuk mengatasi morning sickness pada ibu hamil, maka dalam waktu singkat thalidomide menjadi primadona bagi ibu hamil. Pada masa itu, masih dipercaya bahwa obat tidak bisa menembus plasenta sehingga tidak akan berpengaruh pada perkembangan bayi. Sampai akhirnya ada laporan yang menunjukkan ibu hamil yang mengkonsumsi thalidomide, ditemukan bayinya mengalami abnormalitas terutama pada anggota gerak (tangan atau kaki) yang mengecil. Tragedi ini menyebabkan kecacatan pada sekitar 10.000 bayi di 46 negara. Jumlah yang sangat mengerikan.
Penggolongan obat untuk obu hamil
Untuk menjaga agar tragedi seperti thalidomide tidak terulang, dilakukan pengelompokkan obat berdasarkan bukti keamanannya pada ibu hamil. FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika) mengkategorikan obat menjadi 5 kelompok obat untuk ibu hamil yaitu kategori A, B, C, D, dan X, mulai dari yang sudah terbukti aman bagi ibu hamil (kategori A) hingga yang paling tidak aman atau tidak boleh diberikan kepada ibu hamil sama sekali (kategori X). Kategori A dan B aman digunakan untuk ibu hamil, golongan C hanya diberikan jika keuntungannya lebih besar daripada risikonya, kategori D diberikan hanya jika alternatif obat lain memberikan risiko yang lebih besar sedangkan kategori X tidak boleh diberikan pada ibu hamil sehubungan dengan risiko lebih besar daripada keuntungannya.
Pengaruh obat pada ibu hamil
Masa kehamilan pada tiga bulan pertama (trimester pertama) merupakan masa pembentukan organ bayi atau dikenal dengan istilah organogenesis. Obat selayaknya zat gizi ternyata dapat menembus selaput tipis yang memisahkan darah ibu dengan darah bayi sehingga dapat mengganggu pembentukan organ dan mengakibatkan kecacatan pada bayi.
Obat golongan NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drugs) seperti aspirin dan ibuprofen yang dijual bebas dipasaran untuk mengatasi nyeri atau pusing, jika dikonsumsi oleh ibu hamil pada trimester akhir dikaitkan dengan risiko terjadinya penutupan duktus arteriosus janin dan kemungkinan tekanan darah tinggi di paru-paru janin. Selain berpengaruh pada janin, NSAID juga berpengaruh pada ibu dengan menunda bermulanya persalinan dan memperlama proses persalinan.
Selain masalah pilihan jenis obat, dosis dan lama pemberian obat juga berpengaruh pada janin. Sebagai contoh adalah asam folat. Asam folat sangat diperlukan untuk membantu perkembangan otak dan pengaturan sistem saraf pusat pada janin. Asam folat masuk kategori A (aman), namun jika dosis melebihi dosis yang dianjurkan, maka risikonya meningkat dan masuk kategori C. Sejalan dengan itu, vitamin A (kategori A) jika dikonsumsi melebihi dosis maka kategorinya menjadi X.
Pilihan obat bagi ibu hamil
Meskipun ibu hamil biasanya berusaha menghindari obat, namun demikian kadang tetap memerlukan obat untuk menangani keluhannya. Pilihan obat yang aman bagi ibu hamil untuk mengatasi keluhan demam adalah obat yang hanya mengandung parasetamol tunggal, karena parasetamol terbukti aman (kategori B). Hindari obat yang mengandung aspirin atau asam mefenamat terutama pada trimester akhir.
Obat hiperkolesterol seperti atorvastatin harus dihindari selama kehamilan, karena obat ini menghambat pembentukan kolesterol dimana kolesterol merupakan komponen penting bagi pembentukan janin. Antibiotik yang aman adalah turunan penisilin seperti amoksisilin atau turunan cephalosporin. Hindari antibiotik seperti ciprofloksasin.
Obat pilihan untuk hipertensi adalah metildopa dan hindari obat hipertensi yang berakhiran “-pril” (seperti kaptopril, lisinopril) dan obat-obat yang berakhiran “-sartan” (misalnya losartan, valsartan).
Untuk mengatasi masalah sembelit yang sering dialami wanita hamil adalah obat pencahar yang membantu mengikat air sehingga feses menjadi lebih lunak seperti laktulosa dan harus disertai perubahan gaya hidup seperti menambah asupan serat dan air putih.
Ibu hamil juga sering mengalami mual yang dikenal dengan morning sickness. Biasanya diatasi dengan pemberian vitamin B6, namun jika memang diperlukan maka bisa diatasi dengan antiemetik.
Tips bagi ibu hamil
Bagi ibu hamil, obat hanya digunakan bila manfaat yang diperoleh lebih besar dibandingkan kemungkinan risiko baik bagi ibu atau janinnya. Sepaham dengan paradigma baru pengobatan first do not harm atau yang terpenting dari obat adalah faktor keamanan dulu, setelah itu baru masalah bisa memberikan khasiat atau tidak.
Apabila harus menggunakan obat, pilihlah obat yang telah dipakai secara luas dan memiliki bukti keamanan yang cukup bagi ibu hamil. Sebaiknya ibu hamil menghindari penggunaan obat yang baru beredar karena biasanya belum cukup bukti keamanannya. Bagi ibu yang merencanakan kehamilan juga harus waspada karena beberapa obat dapat bertahan lama dalam tubuh ibu.
Selalu komunikasikan pilihan obat anda dengan dokter atau apoteker agar anda mendapatkan informasi yang tepat mengenai kategori obat anda. Mintalah konsultasi dengan mereka, tidak perlu sungkan, demi keselamatan anda dan bayi anda.